Monday 12 July 2010

Rumahku Surgaku

Keluarga adalah unsur terkecil dari masyarakat.
Rumah yang didalamnya tinggal keluarga sakinah, mawaddah, warahmah, adalah bagaikan mata air yang tidak hanya memberikan kesejukan bagi setiap insan yang tinggal didalamnya, tapi juga sebagai mata air ilmu bagi masyarakat di mana rumah itu berada.


Keluarga Sakinah, Mawaddah, Warahmah

Rahmat bagi 2 anak manusia yang akan memasuki jenjang pernikahan, salah satunya, adalah mendapat doa dari teman, dan sanak saudara untuk menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah, atau yang saat ini ngetrend disebut dengan keluarga Samara(h). Sebenarnya dari dulu penulis juga bertanya-tanya, seperti apa ya keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah itu? Bagaimana juga membentuk keluarga yang didalamnya ada sakinah, mawaddah, warahmah. Berikut hasil kompilasi dari berbagai tulisan sebagai bahan belajar bagi diri sendiri.

Sakinah

Istilah "sakinah" memiliki arti tenang, tenteram, atau damai. Dalam Al-Quran, Allah SWT menggunakan kata sakinah untuk menggambarkan ketenangan, seperti yang terdapat pada Q.S Al-Fath : 4

"Dialah yang telah menurunkan ketenangan (sakinah) ke dalam hati orang-orang mukmin untuk menambahkan keimanan atas keimanan mereka (yang telah ada). Dan milik Allah-lah bala tentara langit dan bumi, dan Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana.”

Sakinah memiliki akar kata yang sama dengan "sakanun", yang memiliki arti tempat tinggal. Karena itu sakinah sering digunakan untuk menggambarkan tempat tinggal atau rumah yang penuh dengan ketenangan. Rumah dimana setiap anggota keluarga merasa tenang saat dia berada di dalamnya, dan selalu ingin untuk kembali kepadanya.


Mawaddah

Bersamaan dengan ketenangan, keluarga muslim juga sangat mengharapkan akan adanya Mawaddah yang tumbuh diantara suami dan istri, orang tua dan anak, dan tentunya tidak hanya dalam satu keluarga inti saja, tapi juga dengan kerabat dari kedua belah pihak. Mungkin dari harapan-harapan di atas sudah bisa diperkirakan kira-kira arti mawaddah itu apa. Sesuatu yang tumbuh diantara 2 individu itu, pastinya yang sangat-sangat diharapkan adalah tumbuhnya "kasih sayang" atau "cinta". Dalam hal ini kasih sayang dan cinta yang dimaksud oleh mawaddah ialah yang bersifat fisik dan menggebu-gebu. Tentunya kasih sayang yang diridhai Allah SWT seperti yang terdapat dalam QS Ar-Rum, 21:

“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir” (QS. Ar-Ruum 21)

Dalam QS. Al-Mumtahanah ayat 7, Allah SWT juga berfirman,

Mudah-mudahan Allah menumbuhkan kasih sayang diantara kamu dengan orang-orang yang pernah kamu musuhi di antara mereka. Allah Mahakuasa. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.

Dari ayat ini, ternyata kasih sayang itu tidak hanya Allah tumbuhkan diantara orang2 yang dekat saja, tapi juga dengan orang-orang yang pernah dimusuhi sekalipun. (Ayat ini ditujukan untuk kaum yang pernah memusuhi nabi Ibrahim dan kaumnya).

Rahmah

Dalam QS. Ar-Rum ayat 21, Allah SWT menyandingkan kata Mawaddah, dan Rahmah secara berurutan. Rahmah, salah satu sifat Allah yang memiliki arti "sayang", juga sangat diharapkan untuk tumbuh dalam suatu keluarga.

Terkadang timbul kerancuan jika kata mawaddah dan rahmah diartikan ke bahasa Indonesia. Seorang ulama membedakan kata Mawaddah yang berarti kasih itu lebih kepada kasih terhadap sesuatu yang zahir (nyata) seperti cinta kepada fisik atau kecantikan/ketampanan, sedangkan Rahmah yang berarti sayang lebih kepada cinta kepada batin/sifat seseorang. Rasa sayang mana yang lebih dianjurkan? Sebagai manusia fitrahnya adalah menyukai sesuatu yang baik, dan cantik secara fisik. Tapi adakalanya kecantikan/ketampanan secara fisik itu tidak bersifat abadi seiring dengan usia. Rasa sayang yang ditumbuhkan Allah SWT dari hati karena hanya dirinya satu-satunya yang bisa menenteramkan hati kita dengan sifat dan perilakunya, dengan canda-tawanya, bahkan dengan amarahnya karena rasa cintanya, yang kesemuanya merupakan refleksi dari perwujudan ketakwaan kepada Allah SWT, tentunya akan bertahan lama jika dibandingkan dengan keindahan fisik semata.

Ikatan Suci dalam Mitsaqon Ghaliza

al-quranAllah menetapkan suatu ikatan suci, yaitu Akad Nikah, agar hubungan antara dua anak manusia itu dapat menyuburkan ketentraman cinta dan kasih sayang. Dengan dua kalimat yang sederhana –ijab dan qabul– terjadilah perubahan besar. Yang haram menjadi halal, yang maksiat menjadi ibadah, kekejian menjadi kesucian, dan kebebasan menjadi tanggung jawab. Maka nafsu pun berubah menjadi cinta dan kasih sayang.

Begitu besarnya perubahan ini, sehingga Al Quran menyebut Akad Nikah sebagai Mitsaqon Ghaliza, atau perjanjian yang berat. Dalam Al Quran, kata Mitsaqon Ghaliza hanya disebutkan tiga kali, yaitu ketika Allah SWT membuat perjanjian dengan para Nabi dan Rasul Ulul Azmi [QS. Al-Ahzab: 7], ketika Allah SWT mengangkat Bukit Tsur di atas kepala Bani Israil dan menyuruh mereka bersumpah setia di hadapan Allah [QS. An-Nisa: 154], dan ketika Allah SWT menyatakan hubungan pernikahan [QS. An-Nisa: 21].

Dengan perjanjian ini, istri mempunyai hak yang harus dipenuhi oleh suami. Di haji Wada' Rasulullah SAW mengingatkan kita dengan peringatan suci,

"Wahai manusia, sesungguhnya istri kalian mempunyai hak atas kalian sebagaimana kalian mempunyai hak atas mereka. Hak kalian atas mereka ialah mereka (para istri) tidak boleh mengizinkan orang yang tidak kalian senagi masuk ke rumah kecuali dengan izin kalian. Terlarang bagi mereka melakukan kekejian. Jika mereka berbuat keji, bolehlah kalian menahan mereka dan menjauhi tempat tidur mereka, serta memukul mereka dengan pukulan yang tidak melukai. Jika mereka taat, maka kewajiban kalian adalah menjamin rezeki dan pakaian mereka sebaik-baiknya. Ketahuilah, kalian mengambil wanita itu sebagai amanah dari Allah, dan kalian halalkan kehormatan mereka dengan Kitab Allah. Takutlah kepada Allah dalam mengurus istri kalian. Aku wasiatkan kalian untuk selalu berbuat baik"

"Aku wasiatkan kalian untuk selalu berbuat baik", begitu kata-kata terakhir dari Rasulullah SAW ketika mengingatkan kita tentang kewajiban di balik amanah pernikahan. Ada kesenangan-kesenangan di dalamnya yang boleh dirasakan bersama, tetapi ada yang harus dijaga dan diperjuangkan karena amanah ini.

Untuk mendapatkan keluarga sakinah, mawaddah, warrahmah seperti yang dicita-citakan setiap muslim dan muslimah, tidak semudah yang dibayangkan. Ternyata pemahaman ilmu dien yang cukup dari masing-masing pihak memegang peran penting untuk mewujudkan cita-cita tersebut, mengingat dalam rumah tangga banyak permasalahan yang akan timbul.

Pentingnya Ilmu

Menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim. Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh sekelompok shahabat di antaranya Anas bin Malik r.a :

“Menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap muslim”(HR. Ahmad dalam Al’Ilal, berkata Al Hafidz Al Mizzi; hadits hasan. Lihat Jami’ Bayan Al-Ilmi wa Fadhlihi, ta’lif Ibnu Abdil Baar, tahqiq Abi Al Asybal Az Zuhri, yang membahas panjang lebar tentang derajat hadits ini)

Ilmu yang demaksud di atas adalah ilmu dien yaitu pengenalan petunjuk dengan dalilnya yang memberi manfaat bagi siapa pun yang mengenalnya.

Kita harus berilmu agar selamat hidup di dunia dan di akhirat. Karena dengan berilmu kita akan tahu mana yang diperintahkan oleh Allah Shallallaahu ‘alaihi wasallam dan mana yang dilarang, atau mana yang disunnahkan oleh Rasul-Nya dan mana yang tidak sesuai dengan sunnah (bid’ah).

Dengan ilmu kita tahu tentang hukum halal dan haram, kita mengetahui makna kehidupan dunia ini dan kehidupan setelah kematian yaitu alam kubur, kita tahu kedahsyatan Mahsyar dan keadaan hari kiamat serta kenikmatan jannah dan kengerian neraka, dan lain sebagainya.

Dengan ilmu dapat mendatangkan rasa takut kepada Allah Ta’ala, karena sungguh Dia Yang Maha Mulia telah berfirman :“Sesungghnya yang paling takut kepada Allah di antara hamba-hambaNya adalah orang yang berilmu (ulama).” (QS. Fathir : 28)

Ilmu Sebagai Landasan Untuk Membentuk Rumah Tangga

Karena nikah merupakan amalan yang sangat mulia di sisi Allah Subhaanahu wa Ta’ala dan merupakan rangkaian dari ibadah, maka menikah dalam Islam bukan hanya untuk bersenang-senang atau mencari kepuasan kebutuhan biologis semata. Akan tetapi seharusnyalah pernikahan dilakukan untuk menimba masyarakat kecil yang shalih yaitu rumah tangga dan masyarakat luas yang shalih pula sesuai dengan Al-Qur’an dan As Sunnah menurut pemahaman As Shalafus Shalih.

Pasangan suami isteri dalam kehidupan berumah tangga akan menghadapi banyak problem dan untuk mengatasinya perlu ilmu. Dengan ilmu, pasangan suami istri tahu apa tujuan yang akan dicapai dalam sebuah pernikahan yaitu untuk beribadah kepada Allah Subhaanahu wa Ta’ala, dan dalam rangka mencari ridha-Nya semata.

Di samping itu juga dengan ilmu sepasang suami-istri sama-sama mengetahui hak dan kewajibannya. Sehingga jalannya bahtera rumah tangga akan harmonis dan baik.

Suami dan istri juga diamanahi Rabb-Nya untuk mendidik anak keturunannya agar menjadi generasi Rabbani yang tunduk pada Al Qur’an dan As Sunnah sesuai dengan pemahaman salaful ummah. Agar keturunan yang terlahir dari pernikahan tersebut tumbuh di atas dasar pemahaman, dasar-dasar pendidikan iman dan ajaran Islam sejak kecil sampai dewasanya. Dari sinilah terlihat betapa pentingnya ilmu sebagai bekal bagi kehidupan rumah tangga muslim.

Pendidikan Dalam Rumah Tangga

Dalam rumah tangga, suami merupakan tonggak keluarganya, pemimpin yang menegakkan urusan anak dan istrinya.

Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman :“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita …” (QS. An-Nisaa : 34)

Salah satu tugas suami sebagai qawwam (pemimpin) adalah meluruskan keluarganya dari penyimpangan terhadap al-haq dan mengenalkan al-haq itu sendiri. Seharusnyalah seorang suami menyediakan waktunya yang terdiri dari 24 jam untuk membina keluarganya yang dimulai dengan istri untuk dipersiapkan sebagai madrasah bagi keturunannya. Tumbuhkan kecintaan terhadap ilmu di hati istri agar kelak ia dapat mendidik anak-anaknya untuk mencintai ilmu dan beramal dengannya.

Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman :“Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu ….” (QS. At-Tahrim : 6)

Berkata Imam Ali Radiyallahu ‘anhu juga Mujahid dan Qatadah dalam menafsirkan ayat diatas: “Jaga diri kalian dengan amal-amal kalian dan jaga keluarga kalian dengan nasehat kalian”

Al Qusyairi menyebutkan dari Umar Radiyallahu ‘anhu yang berkata tatkala turun ayat dalam surat At Tahrim di atas: “Wahai Rasulullah, kami menjaga diri kami, maka bagaimanakah cara kami untuk menjaga keluarga kami ?” Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Kalian larang mereka dari apa-apa yang Allah larang pada kalian untuk melakukannya dan perintahkan mereka dengan apa yang Allah perintahkan.”

Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam sebagai teladan yang termulia menyempatkan waktu untuk mengajari istrinya sehingga kita bisa mendengar atau membaca bagaimana kefaqihan ummul mu’minin ‘Aisyah Radiyallahu ‘anha.

Para shahabat beliau Radiyallahu ‘anhum, tatkala tatkala turun ayat ke 31 surat An Nur :“… Dan hendaklah mereka (wanita yang beriman) menutupkan kain kudung ke dadanya … ” (QS. An-Nur : 31)

Mereka pulang menemui istri-istrinya dan membacakan firman Allah di atas, maka bersegeralah istri-istri mereka melaksanakan apa yang Allah perintahkan (Lihat Tafsir Ibnu Katsir, juz 3 hal. 284) Ini merupakan contoh bagaimana suami menyampaikan kembali kepada istrinya dari ilmu yang telah didapatkannya di majlis ilmu, sudah seharusnya menjadi panutan bagi kita.

Sebagai penutup, semoga Allah SWT memberikan kekuatan kepada kita semua untuk dapat meletakkan ilmu sebagai landasan dalam membina keluarga serta dikaruniai anak-anak yang juga dididik dalam suasana kecintaan akan ilmu.

Referensi
[1] “Mencapai Pernikahan Barakah”, M. Fauzil Adhim, Mitra Pustaka: 2003
[2] ” Pentingnya Ilmu Dalam Pernikahan”, Ida dan Ummu Ishaq Zulfa Husain, Muslimah/Edisi XVII/Muharram/1418/1997
[3] ” Keluarga Sakinah Dalam Masalah”, Mochamad Bugi
[4]”40 Nasehat Memperbaiki Rumah Tangga”, Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid

Adab Isteri Kepada Suami

1. Istri hendaknya menyadari dan menerima dengan ikhlas bahwa kaum laki-Iaki adalah pemimpin kaum wanita.
"Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang shalehah, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)". (QS. An-Nisa': 34)

2. Istri hendaknya menyadari bahwa hak (kedudukan) suami setingkat lebih tinggi daripada istri.
"Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang makruf. Akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana". (QS. Al-Baqarah: 228)

3. Keridhaan suami atas sikap istri adalah pintu surga bagi seorang istri
"Dari Anas bin Malik ra. bahwa Rasulullah bersabda: Jika perempuan shalat lima waktu, berpuasa pada bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya dan taat kepada suaminya, niscaya ia akan masuk surga.(HR. Al-Bazaar)
Dari Husain bin Muhshain dari bibinya berkata: "Saya datang menemui Rasulullah SAW. Lalu beliau bertanya "Apakah kamu sudah menikah?" Saya menjawab, "Ya". "Bagaimana sikap dan tindakanmu selama ini terhadapnya?" Tanya Rasulullah lebih lanjut. Ia pun menjawab, "Saya tidak begitu mempedulikannya, kecuali untuk hal-hal yang memang saya membutuhkannya". Beliau bersabda, "Coba renungkan kembali, bagaimana sikapmu terhadapnya. Bagaimana kamu dapat berbuat demikian, sesungguhnya dia dapat menjadi sebab surgamu atau nerakamu". (HR.Imam Nasa`i, hakim, Ahmad dan Hasan)

Kewajiban Istri terhadap Suami (Hak Suami)

Diantaranya:

1. Mentaati suami selama bukan dalam kemaksiatan.
"Rasulullah SAW pernah ditanya tentang isteri yang baik. Beliau menjawab: Apabila diperintah, ia selalu taat, apabila dipandang menyenangkan, dan ia selalu menjaga diri dan harta suami (manakala suaminya tidak ada)" (HR. Nasa`i)
"Tidak ada kewajiban taat dalam berbuat maksiat kepada Allah. Kewajiban taat itu hanyalah untuk perbuatan yang baik"
(HR. Bukhari Muslim)

2. Selalu memenuhi kebutuhan biologis suaminya, walaupun sedang dalam kesibukan.
"Apabila seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidur untuk menggaulinya, lalu sang istri menolaknya, maka penduduk langit akan melaknatnya hingga suami meridhainya". (HR. Muslim)

3. Membantu suami menegakkan agamanya
"Harta yang utama adalah lisan yang senantiasa berdzikir, hati yang senantiasa bersyukur dan istri beriman yang membantu suami dalam menegakkan bangunan imannya".
(HR. Ibnu Majah dan Tirmidzi, Hasan)

4. Tidak berpuasa sunah ketika suaminya ada, kecuali atas izin suaminya
"Haram bagi seorang isteri melakukan puasa sunnah ketika suaminya ada kecuali dengan izin suaminya. Demikian juga seorang isteri tidak boleh mengizinkan orang lain memasuki rumahnya kecuali dengan izin suaminya" (HR. Bukhari)

5. Tidak keluar rumah tanpa izin suaminya (QS. Al-Ahzab: 33)

6. Tidak menginfakkan sesuatu hartanya kecuali dengan izin suaminya
"Seorang isteri tidak boleh menginfakkan sebagian harta suami kecuali dengan izinnya”(HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah, Hasan)

7. Menjaga kehormatan diri dan harta suaminya ketika suami sedang tidak di rumah (QS. An-Nisa: 34)

8. Mensyukuri pemberian suami, selalu merasa cukup dan melayani suami dengan baik
"Abdullah bin Amr berkata, Rasulullah SAW bersabda: Allah tidak akan memperhatikan seorang isteri yang tidak pernah mensyukuri pemberian suaminya, juga tidak pernah merasa cukup dengan apa yang diberikan suaminya keapdanya" (HR. Nasa`i)

9. Bersolek dan mempercantik diri dihadapan suami
"Rasulullah SAW pernah ditanya tentang isteri yang baik. Beliau menjawab: Apabila diperintah, ia selalu taat, apabila dipandang menyenangkan, dan ia selalu menjaga diri dan harta suami (manakala suaminya tidak ada)" (HR. Nasa`i)

10. Tidak berbuat sesuatu yang dapat menyakiti dan tidak disukai oleh suami
"Janganlah seorang perempuan menyakiti suaminya di dunia, kalau tidak, maka bidadari-bidadari istrinya di surga akan berkata kepadanya: Janganlah kamu menyakitinya, sesungguhnya ia adalah tamu bagimu yang sebentar lagi akan meninggalkanmu untuk berkumpul bersama kami". (HR. Ahmad dan Tirmidzi dari Mu`adz bin Jabal ra. Hadits shahih).

11. Menjaga kelanggengan rumah tangga dan tidak boleh meminta talak tanpa ada alasan syar`i yang jelas
"Rasulullah SAW bersabda: "Wanita mana saja yang meminta untuk ditalak kepada suaminya tanpa ada alasan yang jelas, maka haram baginya untuk mencium baunya surga"
(HR. Tirmidzi, Abu Daud dan Ibnu Majah)

12. Berkabung selama 4 bulan 10 hari ketika suaminya meninggal (QS. Al-Baqarah: 234)

Adapun nasihat garis besar hak dan kewajiban suami isteri ini kami petik dari buku "Petunjuk Sunnah dan Adab Sehari-hari Lengkap" karangan H.A. Abdurrahman Ahmad dengan beberapa tambahan

Adab Suami Terhadap Istrki

1.Suami hendaknya menyadari bahwa istri adalah suatu ujian dalam menjalankan agama.
"Katakanlah: "Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai; itu lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (daripada) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusanNya."(At-Taubah: 24)

2. Seorang istri bisa menjadi musuh bagi suami dalam mentaati Allah dan Rasul-Nya.
“Hai orang-orang beriman, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka..(At-Taghabun: 14)
“Sesungguhnya hartamu dan anak- anakmu hanyalah cobaan bagimu..”
(At- Taghabun: 15)

3. Hendaknya senantiasa berdo'a kepada Allah meminta istri yang shalehah.
.."Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa"
(Al-Furqan: 74)

4. Suami hendaknya menyadari, bahwa ketika meminang istri pada hakekatnya ialah mengadakan perjanjian yang maha berat
”Dan bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal kamu telah bergaul satu sama lain (sebagai suami istri). Dan mereka (istrimu) telah mengambil perjanjian yang kuat (ikatan pernikahan) dari kamu.
(QS. An-Nisa: 21)

Kewajiban Suami Terhadap Istri (Hak Istri)

Diantaranya:

1. Membayar mahar (ketika akad nikah)
(QS. An-Nisa: 4), (QS. An-Nisa: 24)

2. Memperlakukan & menggauli istri dengan akhlak yang baik. (QS. An-Nisa:19)
"Sebaik-baik kalian wahai laki-laki adalah orang yang paling baik kepada keluarganya. Dan saya adalah orang yang paling baik kepada keluarga saya".
(HR.Tirmidzi dan Ibnu Hibban)

3. Memberi nafkah (sesuai kemampuan dalam kadaan lapang atau sempit), pakaian, dan rumah/tempat tinggal dengan layak dan baik
(QS. An-Nisa: 34), (QS. Ath-Thalaq: 7), (QS. Al-Baqarah: 233)

4. Berlaku adil jika beristri lebih dari satu.
(QS. An-Nisa: 3)

5. Jika istri berbuat 'Nusyuz', maka dianjurkan melakukan tindakan berikut ini secara berurutan:
(a) Memberi nasehat,
(b) Pisah kamar,
(c) Memukul dengan pukulan yang tidak menyakitkan.
(QS. An-Nisa: 34)
'Nusyuz' adalah kedurhakaan istri kepada suami dalam hal ketaatan kepada Allah.

6. Hendaklah jangan selalu mentaati istri dalam kehidupan rumah tangga. Sebaiknya terkadang menyelisihi mereka. Dalam menyelisihi mereka, ada keberkahan.
(HR. Baihaqi, Umar bin Khattab ra., Hasan Bashri)

7. Suami hendaknya bersabar dalam menghadapi sikap buruk istrinya.
Barang siapa -diantara para suami- bersabar atas perilaku buruk dari istrinya, maka Allah akan memberinya pahala seperti yang Allah berikan kepada Ayyub a.s atas kesabarannya menanggung penderitaan. Dan barang siapa -diantara para istri- bersabar atas perilaku buruk suaminya, maka Allah akan memberinya pahala seperti yang Allah berikan kepada Asiyah, istri fir'aun" (HR. Nasa`i dan Ibnu Majah), (Abu Ya'la)

8. Suami wajib memberi makan istrinya apa yang ia makan, memberinya pakaian, tidak memukul wajahnya, tidak menghinanya, dan tidak berpisah ranjang kecuali dalam rumah sendiri. (HR. Abu Daud).

9. Suami wajib selalu memberikan kelembutan, pengertian, bimbingan agama kepada istrinya, dan menyuruhnya untuk selalu taat kepada Allah dan Rasul-Nya.
(Al-Ahzab: 34), (At-Tahrim: 6), (Muttafaqun Alaih)
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan
(At-Tahrim:6)

10. Suami wajib mengajarkan istrinya ilmu-ilmu yang berkaitan dengan wanita (hukum-hukum haidh, istihadhah, dll.). (Al-Ghazali)
"Isterimu adalah seperti kebun tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah kebun tempat kamu bercocok tanam itu dari arah mana saja yang kamu kehendaki." (Al Baqarah: 223)
Rasulullah SAW dalam hadisnya, "Perbaikilah wanita, karena sesungguhnya wanita itu diciptakan dari tulang rusuk. Paling bengkoknya tulang rusuk itu adalah di bahagian atasnya. Jika meluruskannya terlalu keras, maka ia akan pecah. Dan jika dibiarkan, maka ia akan tetap bengkok. Maka perbaikilah wanita itu dengan cara yang baik.

11. Suami wajib berlaku adil dan bijaksana terhadap istri.
"...Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya". (QS. An-Nisa:3)

12. Suami tidak boleh membuka aib istri kepada siapapun. (HR. Nasa'i)

13. Jika suami hendak meninggal dunia, maka dianjurkan berwasiat terlebih dahulu kepada istrinya. (QS. An-Nisa: 11)

Adapun nasihat garis besar hak dan kewajiban suami isteri ini kami petik dari buku "Petunjuk Sunnah dan Adab Sehari-hari Lengkap" karangan H.A. Abdurrahman Ahmad dengan beberapa tambahan

Hak & Kewajiban Bersama Suami Istri

1.Suami istri hendaknya senantiasa memohon kepada Allah SWT agar diberikan niat & itikad yang lurus dalam menjalani kehidupan setelah menikah.(QS. Al-Fatihah: 6)

2.Suami istri hendaknya senantiasa saling mengingatkan untuk meluruskan niat hidup untuk beribadah. (Adz-Dzariyat:56)

3. Suami istri hendaknya saling menumbuhkan suasana mawaddah dan rahmah. (QS. Ar-Rum: 21)

4. Suami istri hendaknya saling mempercayai dan memahami sifat masing-masing pasangannya, saling memberi dan menerima. (QS. An-Nisa:19), (QS. Al-Hujuraat:10), (QS. An-Nisa: 1)

5. Suami istri hendaknya saling menghiasi dengan perilaku yang harmonis, penuh kasih sayang, saling menggauli dengan akhlak yang baik". (QS. An-Nisa:19)

6. Suami istri hendaknya saling menasehati dalam kebaikan dan ketaqwaan. (Hadist Muttafaqun Alaih), (QS. Al-Ashr: 3)

Hikmah Pernikahan

Menikah Ladang Berlomba dalam Kebaikan
"Siapa saja yang pertama memberi contoh perilaku yang baik dalam Islam, maka ia mendapatkan pahala kebaikannya dan mendapatkan pahala orang-orang yang meniru perbuatannya itu tanpa dikurangi sedikit pun. Dan barang siapa yang pertama memberi contoh perilaku jelek dalam Islam, maka ia mendapatkan dosa kejahatan itu dan mendapatkan dosa orang yang meniru perbuatannya tanpa dikurangi sedikit pun".
(HR. Muslim, Buku Riyadush Shalihin bab orang yang pertama kali melakukan kebaikan atau kejahatan)

Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
(QS. Al Baqarah: 148)

Menikah Perisai Godaan Syahwat

“Janganlah kalian mendekati zina, karena zina itu perbuatan keji dan suatu jalan yang buruk”
(QS. Al-Isra: 32)

“Wahai para pemuda, siapa saja diantara kalian yang telah mampu untuk menikah, maka hendaklah dia menikah. Karena dengan menikah itu lebih dapat menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Dan barang siapa yang belum mampu, maka hendaklah dia berpuasa, karena sesungguhnya puasa itu bisa menjadi perisai baginya”
(HR. Bukhari Muslim)

“Janganlah seorang laki-laki dan wanita berkhalwat, sebab syaithan menemaninya. Janganlah salah seorang di antara kita berkhalwat, kecuali wanita itu disertai mahramnya”
(HR. Bukhari-Muslim dari Abdullah Ibnu Abbas r.a)

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah tidak melakukan khalwat dengan seorang wanita yang tidak disertai mahramnya, karena sesungguhnya yang ketiga adalah syetan”
(HR. Ahmad)

Menikah Jalan Turunnya Pertolongan Allah

"Allah memberi rahmat kepada seorang suami yang bangun malam lalu shalat dan (tidak lupa) membangunkan istrinya kemudian ia shalat juga. Jika istrinya enggan, dia (boleh) memerciki wajah istrinya dengan air. Allah memberi rahmat kepada seorang istri yang bangun malam kemudian mengerjakan shalat, dan ia tidak lupa membangunkan suaminya. Jika suaminya malas bangun, ia boleh memerciki wajah suaminya dengan air"
(HR. Abu Daud).

"Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi pelindung (penolong) bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma�ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasulnya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana
(QS. At-Taubah: 71)

"Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (Pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui".
(QS. An-Nur: 32)

"Ada tiga golongan manusia yang berhak Allah tolong mereka, yaitu seorang mujahid fi sabilillah, seorang hamba yang menebus dirinya supaya merdeka dan seorang yang menikah karena ingin memelihara kehormatannya".
(HR. Ahmad 2: 251, Nasa`i, Tirmidzi, Ibnu Majah hadits no. 2518, dan Hakim 2: 160)

"Rasulullah SAW bersabda: Nikahkanlah orang-orang yang masih sendirian diantaramu. Sesungguhnya, Allah akan memperbaiki akhlak, meluaskan rezeki, dan menambah keluhuran mereka."
(Al Hadits)

"Wanita yang baik adalah untuk lelaki yang baik. Lelaki yang baik untuk wanita yang baik pula (begitu pula sebaliknya). Bagi mereka ampunan dan reski yang melimpah (yaitu : Surga)"
(QS. An-Nuur: 26)

Menikah Sebagai Jalan Penentram Hati

“Dialah yang menciptakan kalian dari satu orang, kemudian darinya Dia menciptakan istrinya, agar menjadi cocok dan tenteram kepadanya”
(QS. Al A’raf : 189)

“Dan orang-orang yang berdo’a: Ya Allah, anugerahkanlah kepada kami, isteri-isteri kami, keturunan-keturunan kami sebagai penyenang hati kami dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.”
(QS. Al Furqan: 74)

"Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir".
(Qs. Ar-Ruum: 21)

Menikah Ladang Menunai Pahala

"Shalat 2 rakaat yang diamalkan orang yang sudah berkeluarga lebih baik, daripada 70 rakaat yang diamalkan oleh jejaka (atau perawan)"
(HR. Ibnu Ady dalam kitab Al Kamil dari Abu Hurairah)

"Segala sesuatu yang di dalamnya tidak mengandung dzikrullah merupakan perbuatan sia-sia, senda gurau, dan permainan, kecuali empat (perkara), yaitu senda gurau suami dengan istrinya, melatih kuda, berlatih memanah, dan mengajarkan renang".
(Buku Adab Az Zifaf Al Albani hal 245; Silsilah Al Ahadits Ash Shahihah no. 309).

"Pernah ada beberapa shahabat Nabi SAW berkata kepada beliau, Wahai Rasulullah, orang-orang kaya telah memborong pahala. Mereka bisa shalat sebagaimana kami shalat; mereka bisa berpuasa sebagaimana kami berpuasa; bahkan mereka bisa bersedekah dengan kelebihan harta mereka. Beliau bersabda, Bukankah Allah telah memberikan kepada kalian sesuatu yang bisa kalian sedekahkan? Pada tiap-tiap ucapan tasbih terdapat sedekah; (pada tiap-tiap ucapan takbir terdapat sedekah; pada tiap-tiap ucapan tahlil terdapat sedekah; pada tiap-tiap ucapan tahmid terdapat sedekah); memerintahkan perbuatan baik adalah sedekah; mencegah perbuatan munkar adalah sedekah; dan kalian bersetubuh dengan istri pun sedekah. Mereka bertanya, Wahai Rasulullah, kok bisa salah seorang dari kami melampiaskan syahwatnya akan mendapatkan pahala? Beliau menjawab, bagaimana menurut kalian bila nafsu syahwatnya itu dia salurkan pada tempat yang haram, apakah dia akan mendapatkan dosa dengan sebab perbuatannya itu? (Mereka menjawab, Ya, tentu. Beliau bersabda, demikian pula bila dia salurkan syahwatnya itu pada tempat yang halal, dia pun akan mendapatkan pahala.
(Buku Adab Az Zifaf Al Albani hal 125).

Dari Sa`ad bin Abi Waqqash RA., dalam hadits yang panjang yang kami tulis pada bab niat, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda kepadanya: "Sesungguhnya apa saja yang kamu nafkahkan dengan maksud kamu mencari keridhaan Allah, niscaya kamu akan diberi pahala sampai apa saja yang kamu sediakan untuk istrimu."
(HR. Bukhari dan Muslim, Buku Riyadush Shalihin bab memberi nafkah terhadap keluarga)

Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata: Rasulullah SAW, bersabda: "Satu dinar yang kamu nafkahkan di jalan Allah, satu dinar yang kamu nafkahkan untuk memerdekakan budak, satu dinar yang kamu berikan kepada orang miskin dan satu dinar yang kamu nafkahkan kepada keluargamu, maka yang paling besar pahalanya yaitu satu dinar yang kamu nafkahkan kepada keluargamu".
(HR. Muslim, Buku Riyadush Shalihin bab memberi nafkah terhadap keluarga).

Dari Abu Abdullah (Abu Abdurrahman) Tsauban bin Bujdud, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: "Dinar yang paling utama adalah dinar yang dinafkahkan seseorang kepada keluarganya, dinar yang dinafkahkan untuk kendaraan di jalan Allah, dan dinar yang dinafkahkan untuk membantu teman seperjuangan di jalan Allah".
(HR. Muslim, Buku Riyadush Shalihin bab memberi nafkah terhadap keluarga).

Menikah Melestarikan Generasi Rabbani

"Allah telah menjadikan dari diri-diri kamu itu pasangan suami isteri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?”
(QS. An-Nahl: 72)

“Dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untuk kalian (yaitu anak)"
(QS. Al Baqarah:187)

“Nikahilah wanita yang subur dan penyayang. Karena aku akan berbangga dengan banyaknya umatku di hadapan umat-umat lain.”
(HR. Abu Dawud, An Nasa-i, Al Hakim, Al Baihaqi dari Ma’qil bin Yasar dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani).

Hadist Pernikahan

“Sesungguhnya, apabila seorang suami memandang isterinya (dengan kasih & sayang) dan isterinya juga memandang suaminya (dengan kasih & sayang), maka Allah akan memandang keduanya dengan pandangan kasih & sayang. Dan apabila seorang suami merengkuh jemari isterinya dengan mesra maka berguguranlah dosa-dosa dari segala jemari keduanya”(Diriwayatkan Maisarah bin Ali dari Ar-Rafi' dari Abu Sa'id Alkhudzri r.a)

Sunah Rasulullah SAW

“Benarkah kalian telah berkata begini dan begitu? Sungguh demi Allah, sesungguhnya akulah yang paling takut dan taqwa kepada Allah diantara kalian, akan tetapi aku berpuasa dan aku berbuka, aku shalat, aku tidur dan aku juga menikahi wanita. Maka barangsiapa yang tidak menyukai sunnahku, maka ia tidak termasuk golonganku.” (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, An Nasa`i dan Al Baihaqi dari sahabat Anas bin Malik)

“Empat macam diantara sunnah-sunnah para Rasul yaitu : berkasih sayang, memakai wewangian, bersiwak dan menikah” (HR. Tirmidzi)

Separuh Agama
"Seseorang yang menikah berarti telah menyempurnakan setengah agamanya. Oleh karena itu, hendaklah ia bertaqwa kepada Allah untuk meraih setengah lainnya" (HR. Imam Ahmad)

"Jika ada manusia belum hidup bersama pasangannya, berarti hidupnya akan timpang dan tidak berjalan sesuai dengan ketetapan Allah SWT dan orang yang menikah berarti melengkapi agamanya, sabda Rasulullah SAW: Barangsiapa diberi Allah seorang istri yang shalehah, sesungguhnya telah ditolong separuh agamanya. Dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah separuh lainnya." (HR. Baihaqi)

Benteng Akhlak yang Mulia
"Wahai para pemuda! Barang siapa diantara kalian berkemampuan untuk menikah, maka menikahlah, karena nikah itu lebih mudah menundukkan pandangan dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barang siapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa, karena puasa itu dapat membentengi dirinya." (HR. Ahmad, Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa`i, Darimi, Ibnu Jarud dan Baihaqi)

Melatih Kesabaran
"Barang siapa -diantara para suami- bersabar atas perilaku buruk dari istrinya, maka Allah akan memberinya pahala seperti yang Allah berikan kepada Ayyub a.s atas kesabarannya menanggung penderitaan. Dan barang siapa -diantara para istri- bersabar atas perilaku buruk suaminya, maka Allah akan memberinya pahala seperti yang Allah berikan kepada Asiyah, istri fir'aun"
(HR. Nasa`i dan Ibnu Majah )

Menanam Benih Perhiasan Terindah
"Sesungguhnya kehidupan dunia ini adalah perhiasan yang akan hilang, dan istri shalehah merupakan sebaik-baik perhiasan di dunia ini" (HR. Nasa'i dan Ibnu Majah)

"Dunia ini dijadikan Allah penuh perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan hidup adalah istri yang shalehah” (HR. Muslim)

"Maukah kuberi tahu pada kalian harta simpanan terbaik bagi seseorang? Itulah seorang istri shalehah yang menyenangkan bila dipandang (suaminya), yang patuh jika disuruh, dan pandai menjaga diri sewaktu suaminya pergi" (HR. Abu Daud, Hakim, dan Baihaqi)

"Bagi seorang mukmin laki-laki, sesudah taqwa kepada Allah,maka tidak ada sesuatu paling berguna bagi dirinya, selain istri yang shalehah, yaitu; taat bila diperintah, menyenangkan bila dilihat, merima bila diberi janji, dan menjaga kehormatan dirinya dan suaminya, ketika suaminya pergi. " (HR. Ibnu Majah)

Sayap Cinta di Rinai Sakura

Pagi yang dingin akhir Maret di Hachiman machi. Putik sakura perlahan muncul di balik tirai apartemen menghadap ke hantaran luas lembah pinggiran sungai Hirose dan jajaran gunung Aoba. Seorang wanita dengan mantel coklat berjalan di pelataran parkiran, sesekali menendang kerikil, menatap merah lampu . Ia bisa menatap burung gagak di atap gereja, hijau pinus di arah barat, dan semilir cerah matahari di arah timur, tetapi ia tidak sedang menatap ke timur ataupun ke barat. Ia menatap ke depan, ke arah kerlip lampu hijau yang baru saja mengharuskannya melangkahkan kaki menyebrang jalan, dan ia sedang berfikir. Haruskah ia menerima pinangan keluarga lelaki itu? Tangannya mencengkeram kuat-kuat tas laptop abu-abu, menghela nafas, melepaskan sedikit beban fikiran. Apakah itu keputusan terbaik dalam ruang waktunya? Apakah harus? Menikahinya?..

Di sebuah ruang dan waktu yang merambat lurus dalam bidang horizontal, ia memutuskan untuk tidak menerima pinangan lelaki tersebut. Pria itu belum lama dikenalnya, sederhana, pendiam, terkesan kurang bersemangat dan mungkin akan membuat hidupnya sengsara. Bisa jadi pula pria itu sebenarnya tidak mencintai jiwa dan ruhnya. Maka ia putuskan untuk tidak menerimanya. Sebaliknya ia berkumpul bersama sahabat-sahabatnya, Belajar, bekerja keras di laboratorium dan meninggalkan goresan luka di hatinya, ibunya dan silaturahmi keluarga yang telah terjalin dengan indah. Ia pergi bersama teman kamarnya ke restoran Sushi sederhana di Sendai Hiraki pada malam hari, berbicara tentang hidup, kembali kerumah, shalat bersama dan tersenyum. 6 bulan kemuddian ia dikenalkan dengan seorang pria lain di sebuah masjid di Asakusa. Berbicara tentang hidup dan hujan rintik-rintik. Tak lama kemudian mereka menikah dan meninggalkan celotehan keluarga serta luka di masa lalu, hidup tenang, berjalan-jalan bersama sepanjang Ogawara, saling menjadi sahabat, menjadi tua dan bahagia...

Di ruang waktu kedua dalam rambatan lurus bidang vertikal, wanita itu juga memutuskan untuk tidak menerima pinangan pria tersebut. Ia hanya tahu sedikit tentangnya. Pria itu terlalu pendiam daripada dirinya yang seringkali terlampau bersemangat. Bisa jadi pria itu terlalu rendah hati dan gerak tubuhnya adalah cerminan dari wataknya yang pemalu, tetapi ketidaktegasan itu, penggunaan kata-katanya yang ragu-ragu. Ya, Ia tidak harus menerima pinangan itu. Ia menelepon Ibunya di Jakarta, saling berdiskusi, bersikukuh dengan nada sedikit meninggi, menutup teleponnya dan menghapus semua alamat email keluarga pria tersebut. 3 tahun kemudian, wanita tersebut berjumpa dengan pria itu di sebuah perayaan ulang tahun sahabatnya. Ia dikenalkan dengan istri cantik dan putri kecilnya yang mungil. Berbicara tentang hidup dan sepotong tiramisu berlapis coklat & krim keju. Ia bahagia dengan penderitaannya..

Di dunia dalam ruang waktu ketiga, wanita bermantel coklat itu memutuskan untuk menerima pinangan pria tersebut. Ia hanya tahu sedikit tentangnya, bisa jadi si pria itu peragu dan gerak tubuhnya adalah cerminan dari wataknya yang kurang tegas, tetapi kesabarannya mempelajari ilmu, ketaatannya yang tersembunyi, kesantunannya, penggunaan kata-kata yang rendah hati itu.. Ya, ia harus menerimanya. Wanita itu mengirim pesan kepada ibunya, bertatap muka di webcam, tersenyum, berbincang-bincang tentang akhlak pria itu dalam pandangan ibunya & keluarga lelaki tersebut. Setelah satu jam wanita itu pergi ke perpustakaan, merenungkan kembali teori tentang hakikat Tuhan dan pernikahan. Sebuah sms masuk ke hpnya, ayah pria itu akan datang menemui ibunya esok lusa. Wanita tersebut menempuh perjalanan pulang sejauh sepuluh kilometer melalui Akiu, merasa bimbang sepanjang perjalanan melewati pinus berjajar, keluar dari mobilnya, masuk ke apartemen di lantai satu pinggiran road-48, shalat istikharah, mengkaji ayat suci Al-Qur`an, bermunajat di hamparan malam, dan terdiam menatap bingkai foto kosong berwarna merah jambu bertema keluarga sakinah, mawaddah, warahmah di masa depan...

Dalam sebuah imagi di Teori Relativitas Einstein, tiga rentetan peristiwa itu sungguh-sungguh terjadi, serentak di satu waktu. Bagi dunia seperti ini, waktu memiliki 3 dimensi, seperti ruang. Karena satu benda bisa bergerak tegak lurus ke tiga arah; horizontal (X), vertikal (Y) dan bidang diantaranya (Z), maka sebuah benda dapat berada dalam tiga masa depan yang tegak lurus. Tiga cerita diatas hanyalah sebuah ilustrasi bagaimana probabilitas sebuah kejadian dimasa depan ditentukan dari keputusan-keputusan kecil yang kita ambil setiap harinya. Bagi manusia yang berada dalam realitas dunia dalam ruang waktu yang menuntut kesiapan & kesigapan terbaik sesuai kemampuan di posisinya masing-masing, jangankan sebuah keputusan perikahan yang merupakan perjanjian teramat berat (Mitsqan Ghalizan), keputusan tentang langkah di hari ini pun harus di fikirkan. Dalam Al-Hasyr: 59 Allah SWT berfirman:


"Wahai orang-orang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan"


Kami tidak memiliki banyak cerita, karena insyaAllah kami baru saja akan mulai merajutnya. Alhamdulillah keinginan dari ruang waktu kami masing-masing untuk menikah. Harapan kami ialah semoga benang waktu yang akan mempersatukan rajutan detak kehidupan kami, kelak dapat menjadi sebuah tiang fondasi bagi bangunan rumah ibadah generasi yang akan datang.
Amin ya Rabbalalamiin..

WA